Tag Archives: budidaya ikan hias

BUDIDAYA DISKUS (1)

Diskus (Symphysodon discus) termasuk ikari hias air tawar yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan, terutama perubahan sifataimya. Jika ikan discuss lingkungan tidak cocok, diskus menjadi kurang nafsu makan dan terkadang akin mengeluarkan kotoran berlendir putih, pemijahan, air sebaiknya bersifat asam dengan kesadahan rendah. Kandungan oksigen dapat diting­katkan dengan aerasi menggunakan aerator atau blower. Kondisi air yang disukai diskus adalah yang mengandung asam humus atau tannin. Untuk ke dalam wadah pemeliharaan dilarutkan tanah humus yang mengandung asam humus dan bersifat lunak atau dengan cara merendam sabut kelapa yang banyak mengandung tanin sehingga air menjadi asam. Air kedua rendaman bahan tersebut harus selalu diukur derajat keasamannya dengan pH meter. Bila tingkat keasaman yang dikehendaki tercapai, tanah humus atau sabut kelapa dikeluarkan. Untuk seterusnya, air dicek secara berkala setelah 2–3 minggu kondisi air dapat berubah sehingga harus diganti.

Tempat pemijahan dilengkapi tanaman air seperti echinodorus atau spatterdock. Bahan lain yang bisa dimanfaatkan sebagai penempel telur adalah botol, pot bunga, atau potongan
paralon berdiameter 4-6 inci yang ditempatkan di bagian tengah akuarium.

Tempat pemijahan yang umum digunakan adalah akuarium ukuran (100 x 50 x 45) cm. Ketinggian air dalam akuarium sebaiknya lebih dari 35 cm karena jika kurang diskus jarang mau kawin.

Ikan ini suka merawat dan mengasuh anak-anaknya secara telaten. Bahkan diskus “menyusui” anak-anaknya yang Baru menetas dengan cara membiarkan lendir yang ada pada tubuhnya dihisap oleh anaknya (seperti menetek).

  1. Pemilihan induk

Induk diskus yang berkualitas sebaik­nya diambil dari bakalan kemudian dipe­lihara sampai betul-betul menjadi induk. Diskus mulai matang kelamin dan siap kawin pada umur 1 tahun (betina) dan 1,5 tahun (Oman), Dipilih Ikan yang memiliki badan bulat sempurna, tebal, dan warnanya cerah cemerlang. Ikan jantan lebih gelap daripada betina dan pada kepalanya terdapat pita yang berkelok-kelok berwarna biru cerah melilit sampai ke perut dan punggung. Pada betina, pita yang berkelok-kelok itu hanya sedikit. Cara yang paling mudah dan praktis untuk mengetahui perbedaan jantan dan betina adalah dengan mengintip sekumpulan diskus dewasa. Ikan yang siap kawin akan mencari dan memilih pasangannya dan terlihat memisahkan diri dari kelompoknya. Pasangan tersebut segera ditangkap dan ditempatkan pada akuarium pemijahan.

Lihat juga –  www.fishmania.com

Leave a comment

Filed under Budidaya Ikan hias, Perawatan Ikan hias

BUDIDAYA IKAN BOTIA

Ikan botia (Chromobotia macracanthus) yang berparas amat cantik ini daerah penyebarannya di sungai-sungai Sumatera dan Kalimantan. Kecantikannya membuat ikan hias ini cukup laris, balk di pasar lokal maupun ekspor.

    BUDIDAYA IKAN BOTIAUmumnya, ikan botia diperjualbelikan dalam ukuran antara 1-3 inchi atau 2,5 —7,5 cm. Botia berukuran besar, yakni di atas 5 inchi dilarang untuk diperjualbelikan. Tujuannya untuk melindungi botia dari kepunahan karena penangkapan ikan secara besar-besaran.

 

  1. Pemilihan induk

Hingga saat ini, induk botia masih didatangkan dari alam atau harus dibeli di tempat penangkapan. Induk kemudian dipelihara dalam tempat pemeliharaan yang tertutup atau wadah pemeliharaan­nya dilengkapi tutup agar sinar tidak banyak masuk. Adaptasi untuk matang gonad ikan ini agak lama sekitar 8-10 bulan. Induk yang matang gonad ditan­dai dengan gendutnya induk betina. Cara kanulasi atau kateterisasi merupakan cara yang paling efektif untuk menentukan kematangan gonad. Apabila ukuran telur sudah mencapai 1,1  1,2 mm ikan dapat dipijahkan. Untuk induk jantan dapat dilihat dengan pengurutan dan bila sudah dapatkeluar sperma yaitu cairan putih susu berarti dia matang.

  1. Pemijahan induk

Perbanyakan botia dilakukan melalui pemijahan buatan, yakni dengan cara menyuntikkan hormon pada induk-induk terpilih. Untuk induk betina kadar digunakan 1,0 ml/kg berat badan induk dengan dua kali suntik. Pertama 0,4 ml dan kedua 0,6 ml dengan interval waktu 6 jam. Untuk induk jantan 0,6 ml/kg cukup bersamaan dengan suntikan pertama induk betina. Setelah penyuntikan, dilanjutkan dengan pengeluaran sperma dan telur induk dengan cara stripping.

Stripping pada induk jantan dilakukan bila induk sudah tampak gelisah dan berenang dengan mengibas-ngibaskan ekor. Tahapan stripping pada induk jantan adalah sebagai berikut.

  • Setelah induk jantan ditangkap, lap tubuhnya hingga kering agar sper­ma yang diambil tidak tercampur air, kemudian bias menggunakan MS22 atau phenoxy ethanol 0,3 m1/I air.
  • Sedot sperma menggunakan spuit berisi garam kemudian tampung ke dalam wadah berupa mangkuk kecil.
  • Encerkan sperma dengan menam­bahkan larutan garam fisiologis (per­bandingan 1 : 3 hingga 1 : 4). Simpan dalam suhu dingin seperti kulkas atau ice box. Sperma ini dapat tahan sampai 4 – 6 jam,

Sementara stripping induk betina dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,

  • Seperti halnya pada induk jantan, sebelum stripping clilakukan induk betina harus dalam kondisi kering untuk selanjutnya dilakukan pembiusan.
  • Setelah dibius, lakukan pengurutan hingga telur keluar. Tampung telur pada wadah berupa mangkuk atau piring yang permukaannya halus.
  • Bila ketika diurut masih terasa berat, tunggu sejenak hingga terasa ringan kembali.
  • Lakukan pengurutan sedikit cdemi sedikit hingga telur habis.

Setelah proses stripping induk jantan dan betina dilakukan, campur sperma dan telur sambil dialiri air bersih, kemudian goyang-goyangkan hingga merata. Setelah sate menit, cuci dengan air bersih beberapa kali.

Penetasan telur botia paling bagus ditempat yang berbentuk corong dengan Aran air yang halus. Air untuk menetaskan telur sebaiknya air yang sudah “tua” Telur akan menetas ditempat penetasan sekitar 19 jam bila suhu optimal yaitu antara 26-27° C.

  1. Pemeliharaan pascapemijahan

Larva yang menetas akan lebih baik dipelihara dalam corong sampai 4 hari yaitu sampai makan artemia. Baru sesudah itu larva dapat dipinclahkan ke tempat pemeliharaan larva seperti akuarium atau bak.

Ikan botia daya tetasnya masih ren­dah Baru sekitar 40%. Hal ini karena induk botia umumnya susah beradaptasi. Namun demikian, bila dirawatdengan balk, peluang hidup larva bisa mencapai 80-90%.

Leave a comment

Filed under Budidaya Ikan hias, Perawatan Ikan hias

Budidaya Black Tetra

Budidaya Black Tetra

Black Tetra

Meskipun namanya black tetra, tetapi tidak seluruh badannya hitam.Warna hitam hanya terdapat pada kedua sisi badannya berupa garis-garis yang jumlahnya 3 buah pada setiap sisi. Sementara warna punggungnya hijau zaitun dengan perut putih keperakan. Ikan ini mudah berkembang biak sekalipun pada air yang tidak mengalir sama sekali. Mulai matang kelamin pada ukuran 3,75 cm, pertumbuhan maksimal badannya bisa mencapai 7,5 cm. Meskipun potensi produksinya cukup tinggi, tetapi hasilnya kadang-kadang tidak memuaskan karena induk suka memakan telurnya sendiri, terutama bila induk terlambat dipindahkan.

Black tetra dikenal sebagai perenang aktif, memiliki sifat agresif, dan sering mengganggu ikan lain, terutama ikan yang ukurannya lebih kecil. Oleh karena itu, black tetra sebaiknya ditempatkan pada akuarium yang berukuran besar. Ikan lain yang dipelihara bersamanya sebaiknya berukuran seimbang.

– Pemilihan induk

Induk yang siap dipijahkan berukuran panjang minimum 3,75 cm. Ikan jantan tubuhnya sedikit panjang dan langsing dibandingkan ikan betina yang bertubuh pendek dan montok. Induk betina yang matang kelamin dan siap kawin perutnya gendut.

– Pemijahan induk

Sebelum dipijahkan, induk sebaiknya diberokkan, yaitu jantan dan betina dipi­sahkan tanpa diberi pakan selama sehari semalam. Akuarium pemijahan diisi air setinggi 20 cm kemudian diberi hydrilla hingga memenuhi 75-90% bagian luas akuarium. Jumlah induk yang dapat dikawinkan pada setiap akuarium adalah 5 pasang yang terdiri dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina atau menggunakan perbandingan jantan dan betina 1:2.

Pemijahan dilakukan dalam akuarium 40 cm x 20 cm x 20 cm atau 30 cm x 25 cm x 25 cm cm. Alat penempel telur digunakan hydrilla ataupun ceratophyllum. Air media pemijahan mempunyai pH sedikit asam, kesadahan lunak, dan suhu 24–25° C.

Proses pemijahan umumnya berlang­sung selama 2 had. Segera setelah pemijahan berakhir, induk dipindahkan ke tempat pemeliharaan induk agar telur aman dari gangguan induk yang suka memangsanya. Telur akan menetas dalam waktu 50 jam. Hingga berumur 3 had, benih belum perlu diberi makan. Setelah hari ke-4, benih diberi infusoria atau rotifera.

– Pemeliharaan pascapemijahan

Pendederan larva dilakukan dalam bak semen ukuran 2 m x 2 m atau 2 m x 3 m. Penyediaan pakan hidup dapat melalui pemupukan di dalam bak pendederan atau disuplai dari bak lain, yang penting pada waktu larva ditanam pakan sudah tersedia cukup selama 2 minggu pemeliharaan. Dalam minggu pertama, benih diberi infusoria atau rotifera. Ketika benih semakin besar diganti dengan kutu air saring, selanjutnya kutu air besar, sam­pai akhirnya diberi cacing sutera sampai pemeliharaan tahap pertama berakhir.

Silahkan lihat juga  – www.fish-mania.com

 

Leave a comment

Filed under Budidaya Ikan hias, Perawatan Ikan hias